
NGAWI , ramah publik. Com— Desa Dadapan, sebuah desa yang asri di Kecamatan Kendal, Kabupaten Ngawi, tengah menjadi sorotan berkat upaya pelestarian aset tradisional yang kini mulai dimaksimalkan sebagai penggerak ekonomi kreatif. Di bawah kepemimpinan Kepala Desa Andik Bangga Sagitharama, S.Sos., potensi lokal seperti tempe rumahan dan kerajinan anyaman bambu mulai mendapat perhatian lebih serius, terutama sejak kedatangan mahasiswa KKN Kelompok 111 UIN Sunan Ampel Surabaya (UINSA) pada akhir Juni 2025 lalu.
Dalam program KKN tersebut, para mahasiswa melakukan survei aset desa guna mengidentifikasi potensi ekonomi yang berbasis kearifan lokal. Hasilnya, mereka menemukan bahwa banyak warga Desa Dadapan yang masih aktif mengolah dan menjaga produk tradisional seperti tempe dan anyaman bambu secara turun-temurun — bukan hanya sebagai budaya, tetapi juga sebagai sumber penghasilan.
> “Bambu di sini tidak perlu beli dari luar. Tumbuh sendiri di pekarangan warga. Kalau bisa jadi kerajinan yang dijual, kenapa harus dibiarkan begitu saja?” ujar Kades Andik saat mendampingi kegiatan survei mahasiswa KKN.
Tempe Tradisional: Murah, Bergizi, dan Tetap Dicari
Salah satu narasumber utama dalam kegiatan tersebut adalah Bu Parmi, warga setempat yang masih memproduksi tempe secara mandiri dengan cara tradisional. Proses pembuatan tempe dilakukan mulai dari perebusan kedelai, peragian, hingga pembungkusan menggunakan daun jati dan pisang, serta diikat dengan debog (batang pisang).

> “Kedelai saya beli dari luar kota. Tapi saya buat sendiri karena bisa. Tempe ini saya jual tiga potong Rp2.000 di pasar. Lumayan buat nambah-nambah,” ujar Bu Parmi dengan senyum sederhana.
Meskipun produksinya masih kecil dan dilakukan di rumah, usaha Bu Parmi ini menunjukkan bahwa produk pangan lokal tetap memiliki tempat di pasar tradisional, sekaligus menjaga warisan kuliner khas desa.
Anyaman Bambu: Warisan Turun-Temurun yang Masih Bertahan
Selain tempe, kerajinan anyaman bambu juga menjadi daya tarik utama Desa Dadapan. Pak Sunardi, salah satu pengrajin senior di Dusun Ngrancang, bercerita bahwa dirinya sudah menekuni dunia anyaman sejak kecil. Ia membuat berbagai produk seperti senik, tampah, rinjing, tumbu, dan lainnya.
> “Saya mulai usaha sendiri sejak pindah ke Ngrancang tahun 1997. Dulu diajarin orang tua. Bambu yang dipakai biasanya ampo jawa, ambil dari belakang rumah,” jelas Pak Sunardi.
Proses pembuatan kerajinan dimulai dari membelah bambu, membakar ringan hingga kekuningan, lalu merendamnya agar lentur dan tidak mudah patah saat dianyam. Produk-produk tersebut dijual dengan harga antara Rp20.000 – Rp50.000, tergantung ukuran dan kerumitannya, baik melalui tengkulak maupun pasar langsung.
Temuan KKN UINSA: Kekuatan Lokal yang Perlu Diangkat
Mahasiswa KKN 111 UINSA mencatat bahwa potensi lokal yang ada di Desa Dadapan bukan hanya warisan budaya, tapi bisa menjadi kekuatan ekonomi desa jika dikelola secara profesional. Tempe dan anyaman bambu adalah contoh produk yang murah, mudah diproduksi, namun memiliki nilai jual dan identitas budaya yang kuat.
> “Produk seperti ini bisa dikembangkan jadi UMKM yang mandiri dan berkelanjutan. Tinggal diberi pelatihan kemasan, pemasaran, dan akses digital,” kata salah satu mahasiswa KKN.
Dukungan Pemerintah Desa Sangat Diharapkan
Melalui kegiatan ini, Kades Andik menyatakan dukungannya untuk pengembangan ekonomi berbasis lokal. Ia berharap ke depan akan ada lebih banyak program lanjutan dari perguruan tinggi maupun dinas terkait untuk mendampingi para pelaku usaha tradisional di desa.
> “Kalau tidak kita jaga dan kembangkan, lama-lama kerajinan seperti ini akan hilang. Ini bukan hanya ekonomi, tapi identitas desa juga,” tegas Kades Andik.
Desa Dadapan: Dari Tradisi ke Transformasi Ekonomi
Potensi tempe dan kerajinan anyaman bambu di Desa Dadapan menjadi bukti nyata bahwa kearifan lokal dapat menjadi kekuatan ekonomi yang layak diperjuangkan. Mahasiswa KKN UINSA telah membuka mata bahwa apa yang ada di sekitar — dari daun, bambu, hingga keterampilan — jika diolah dengan sentuhan kreativitas dan didukung teknologi serta pelatihan yang tepat, mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dengan kolaborasi berkelanjutan antara pemerintah desa, akademisi, dan warga, Desa Dadapan memiliki peluang besar untuk berkembang menjadi sentra ekonomi kreatif berbasis tradisi, yang bukan hanya bertahan, tapi juga maju dan dikenal secara lebih luas.(kurnia/Adv)






